BAB
I
PENDAHULUAN
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan pada
terutang menurut ketentuan undang-undang tanpa mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk membiayai pengeluaran publik
sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
Prinsip
Pemungutan Pajak
Menurut teori yang ada bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya.
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri
HAMBATAN
PEMUNGUTAN PAJAK
Di setiap negara pada umumnya masyarakat memiliki
kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. Membayar pajak
adalah suatu aktivitas yang tidak dapat lepas dari kondisi behavior wajib
pajak. Faktor yang bersifat emosional akan selalu menyertai pemenuhan kewajiban
perpajakan.
Usaha yang
dilakukan wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang
disebut perlawanan terhadap pajak. Usaha
tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun meminimalisasikan
jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi hambatan dalam pemungutan
pajak.
Berbagai bentuk
perlawanan sebagai wujud reaksi ketidakcocokan atau ketidakpuasan terhadap
diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan
perlawanan aktif.
1.
Perlawanan
Pasif
Perlawanan pasif
merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari kondisi
struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat, perkembangan intelektual
penduduk, moral warga masyarakat, dan perlunya sistem pemungutan pajak itu
sendiri.
Faktor yang
mendasari ekonomi yang kuat diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
dan jumlah penduduk (kaya, menengah, dan miskin). Faktor-faktor kondisi sosial
seperti kemiskinan, keterbelakangan, dapat menyebabkan investasi fisik maupun
investasi sumber daya manusia rendah, sehingga dapat mengakibatkan tingkat
produktivitas rendah yang berakibat pada pendapatan rendah.
Kondisi
rendahnya tingkat pendapatan , menyebabkan kemampuan menabung rendah dan
kemampuan membayar pajak menjadi rendah. Intelektual penduduk yang merupakan
hasil dari fundamental, ekonomi yang belum sehat dan kuat tentunya akan
menghasilkan tingkat intelektual yang rendah. Intelektualitas penduduk akan
mempengaruhi penyerapan pengetahuan dan informasi mengenai perpajakan. Jika intelektualitas
tinggi maka pemahaman mengenai perpajakan akan terserap baik bagi penduduk.
Maka pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik.
Moral masyarakat
akan mempengaruhi pemngumpulan pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi
tentunya pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik dimana voluntary
compliance wajib pajak berada pada posisi yang baik.
Merupakan suatu
kenyatan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan pasif tidak begitu
kuat tehadap pajak tidak langsung daripada pajak langsung. Itulah sebabnya
mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk mengadakan pajak tak langsung.
2.
Perlawanan
aktif
Meliputi
usaha masyarakat untuk menghindari, penyelundupan, memanipulasi, melalaikan,
dan meloloskan pajak yang langsung ditujukan kepada fiskus.
a)
Penghindaran
Pajak
Penghindaran
pajak adalah cara mengurangkan pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui perencanaan
perpajakan. (Robbert H. Underson)
Penghindaran
pajak ini menyebabkan permintaan akan barang yang dikenakan pajak berkurang,
yang berakibat meningkatnyua penabungan,
atau bertambahnya permintaan akan barang lain dan sekaligus terjadi
penambahan dalam produksi barang terakhir, dan berkurangnya barang-barang yang
dikenakan pajak berat.
b)
Pengelakan
atau penyelundupan pajak
Harry Graham
Balter memberi pengertian mengenai penyelundupan
pajak yaitu sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau
tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasrkan
ketentuna ynag berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan
perpajakan.
Pengelakan pajak
ini terutama terdapat pada pajak-pajak yang untuk penentuan besarnya, para
wajib pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan
dokumen-dokumen lain. Para wajib pajak dapat mengabaikan sama sekali
formalitas-formalitas yang harus dilakukannya atau memalsukan dokumen atau
mengisinya kurang lengkap. Pembukuan memberi kemungkinan untuk mengelakkan pajak.
c)
Melalaikan
Pajak
Menurut Oliver
Oldman dalam Moh. Zain melalaikan pemenuhan kewajiban perpajakan disebabkan
oleh :
(1)
Ketidaktahuan,
yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersebut.
(2)
Kesalahan,
yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tetapi salah hitung.
(3)
Kesalahpahaman,
yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku berserta bukti-buktinya secara
lengkap.
Melalaikan
pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo merupakan upaya menolak untuk membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang
harus dipenuhinya.
Penghindaran
pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena
tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu
pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran
pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.
Pada
kenyataannya di dalam praktik wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak
yang terutang sekecil mungkin, dan cenderung melakukan penyelundupan pajak,
yang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.
Fungsipajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
• Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
• Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
• Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan
pajak yang efektif dan efisien.
• Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
CONTOH KASUS PENYELEWENGAN PAJAK: PEYELEWENGAN PAJAK
OLEH BAKRIE GROUP
Indonesia
Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT
Bumi Resources Tbk (BUMI) ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. ICW menemukan
selisih pajak lebih rendah US$ 1,060 miliar dalam laporan keuangan salah satu
perusahaan Grup Bakrie tersebut.
Beberapa
perusahan Grup Bakrie melakukan tindakan pegurangan dalam membayar pajak. Kasus
ini berawal ketika Direktorat Jenderal Pajak menemukan kekurangan bayar pajak
tiga perusahaan Grup Bakrie pada 2007 senilai Rp 2,1 triliun. Jumlah ini
merupakan rekor kasus pajak di Indonesia. Kasus pajak terbesar sebelumnya
berasal dari penyimpangan pajak Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun.
Berikut
Kronologis Perseteruan Bakrie-Pajak:
2007
Keuntungan kotor PT Bumi Resources Tbk–induk usaha PT Kaltim Prima Coal (KPC)
dan PT Arutmin Indonesia–naik 42 persen menjadi US$ 754 juta (Rp 6,8 triliun)
dari US$ 529 juta (Rp 4,8 triliun) pada 2006.
Pertengahan 2008
Direktorat
Jenderal Pajak memeriksa kasus dugaan manipulasi pajak tiga perusahaan Grup
Bakrie itu untuk tahun buku 2007.
4 Maret 2009
Kantor Pajak
menemukan dugaan kekurangan pembayaran pajak pada 2007 oleh ketiga perusahaan
batu bara Grup Bakrie itu sekitar Rp 2,1 triliun. Perinciannya: KPC kurang Rp
1,5 triliun, Bumi Resources kurang Rp 376 miliar, Arutmin kurang Rp 300 miliar.
20 Maret 2009
KPC menggugat
Ditjen Pajak ke Pengadilan Pajak untuk membatalkan surat perintah bukti
permulaan penyidikan tanggal 4 Maret 2009.
29 Juni 2009
Kasus PT Bumi
Resources ditingkatkan ke penyidikan.
8 Desember 2009
Pengadilan Pajak
membatalkan surat tanggal 4 Maret 2009. Namun Ditjen Pajak tetap melanjutkan
penyidikan.
29 Januari 2010
Ditjen Pajak
mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan
pajak tanggal 8 Desember 2009.
4 Februari 2010
KPC menggugat
Ditjen Pajak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak menaati putusan
pengadilan pajak pada 8 Desember 2009.
9 Februari 2010
Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan mengalahkan KPC.
24 Mei 2010
MA menolak PK
Ditjen Pajak mengenai keberatan atas putusan pengadilan pajak tanggal 8
Desember 2009 yang membatalkan surat dimulainya penyidikan KPC.
3 November 2010
Gugatan Bumi
Resources terhadap Ditjen Pajak dikalahkan Pengadilan Pajak.
Kasus pajak tiga perusahaan Grup
Bakrie menjadi heboh, terutama karena ada pengakuan Gayus, tersangka kasus
dugaan penggelapan pajak, memberikan keterangan di persidangan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, 28 September lalu. Gayus mengaku menerima dana US$ 3
juta dari Grup Bakrie untuk mengurusi perkara pajak tiga perusahaan kelompok
usaha itu.
Masing-masing untuk mengurus surat
banding ketetapan pajak untuk PT Bumi Resources Tbk, surat ketetapan
pajak untuk PT Kaltim Prima Coal dan sunset policy atau pemutihan pajak
PT Arutmin. Gayus memerinci, untuk Kaltim Prima dia dibayar US$ 500 ribu; Bumi
US$ 500 ribu; dan Arutmin US$ 2 juta.
Menurut Gayus mengaku pekerjaan itu
diterima dari Alief Kuncoro melalui adiknya yang bernama Imam Cahyo Maliki. Dua
nama terakhir menurut Gayus masing-masing mendapat bayaran US$ 500 ribu. Gayus
juga menyebut meminta bantuan atasannya Maruli Pandopotan Manurung, dengan
imbalan US$ 1,5 juta.
Pengakuan Gayus menerima bayaran
dari Grup Bakrie itu, adalah pengakuan yang kesekiankalinya. Pada 3 Juni
2010, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengatakan, berdasarkan hasil
penyidikan, Gayus mengaku menerima bayaran dari tiga perusahaan Grup Bakrie.
Lalu di persidangan Haposan, 3 Agustus lalu, Gayus kembali mengakui ada
pembayaran dari perusahaan-perusahaan Grup Bakrie.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat
disimpulkan bahwa perusahaan Bakrie Group telah melakukan tindakan molor pajak,
yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan Grup Bakrie ini telah
melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak
melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. Kasus ini juga menunjukkan
bahwa sistem perpajakan di Indonesia belum berjalan dengan semestinya. Masih
banyak kasus-kasus penyelewengan pajak yang terjadi baik kasus yang ketahuan
atau tidak. Dan banyak dari kasus-kasus tersebut yang tidak segera
ditindaklanjut. Sebagai warga negara yang baik kita harus memenuhi kewajiban
sebagai wajib pajak dan mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.Seharusnya pemerintah mengusahakan agar tidak terjadi penyelewengan
pajak melalui peraturan perpajakan yang berlaku, serta menindaklanjuti
pelanggaran terkait perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dan fiskus.
DAFTAR PUSTAKA
http://marsonos.blogspot.com/2011/11/etika-bisnis-kasus-pajak-grup-bakrie.html
http://imahido-rochimawati.blogspot.com/2010/11/kasus-penyelewengan-pajak.html
http://news.detik.com/read/2010/02/15/184247/1300103/10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar