Sabtu, 27 Desember 2014

ANALISIS RASIO PROFITABILITAS LAPORAN LABA RUGI PADA PT KIMIA FARMA



ANALISIS RASIO PROFITABILITAS LAPORAN LABA RUGI PADA PT KIMIA FARMA
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan keuangan merupakan media informasi yang digunakan oleh perusahaan untuk melaporkan keadaan dan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu serta hasil yang telah diperoleh selama suatu periode tertentu kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pihak pemilik perusahaan,kreditor, investor, dan pihak manajemen perusahaan itu sendiri.Suatu laporan keuangan tidak akan memberikan informasi yang lebih berarti mengenai suatu perusahaan maka pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suatu laporan keuangan tersebut. Penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui bagaimana kondisi dan kinerja suatu perusahaan beserta perkembangan perusahaan tersebut dengan menggunakan suatu alat analisis akuntansi yaitu rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas.Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah PT KIMIA FARMA , salah satu perusahaan jasa yang bergerak dibidang obat-obatan d iIndonesia, dan data yang digunakan dalam laporan ini adalah laporan keuangan perusahaan tersebut. Setelah dilakukan analisis terhadap laporan keuangan tersebut dengan menggunakan rasio profitabilitas diketahui bahwa perusahaan tersebut dalam kondisi cukup likuid dan dan solvabel dan memiliki kinerja yang cukup baik.
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui analisis laporan keuangan yang berasal dari aktivitas operasi,investasi dan pendanaan pada PT. KIMIA FARMA

BAB II
PEMBAHASAN
Laporan laba rugi adalah laporan yang merupakan bagian dari laporan keuangan yang memuat informasi mengenai hasil operasi perusahaan, baik itu pendapatan dan pengeluaran selama peride tertentu.
Laporan laba-rugi ini cukup penting keberadaannya, karena laporan ini dapat dijadikan alat untuk memprediksi arus kas dimasa mendatang, banyak pemekai laporan keuangan yang memakai laporan laba-rugi ini untuk memprediksi arus kas masa depan, seperti para investor dan kreditor. para investor dan kreditor perlu untuk memprediksi arus kas perusahaan masa depan sebelum mereka menyuntikkan dana mereka ke perusahaan tesebut, tentu saja para investor dan kreditor tidak mau menyuntikkan dana kepada perusahaan yang mereka nilai arus kas atau kenerjanya jelek dan mengandung resiko yang terlalu besar.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen disini dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio ini disebut juga rasio rentabilitas.

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatka laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya (Syafri, 2008:304).
Jenis – jenis rasio profitabilitas :

  1. Gross Provit Marginal (Margin Laba Kotor)
Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan.
Rumus :
GPM = (Laba Kotor / Penjualan Bersih) x 100%
2.      Net Profit Marginal (Margin Laba Bersih)
Merupakan rasio yang digunaka nuntuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan.
Rumus:
NPM = (Laba setelah pajak / Total Aktiva) x 100%
3.            Operating Profit Margin
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Operating profit margin mengukur persentase dari profit yang diperoleh perusahaan dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya bunga dan pajak. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini maka semakin baik
RUMUS:
OPM = (Laba usaha / Penjualan Bersih) x 100%.
4.      Return of Asset
adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis.
RUMUS:
ROA = (Laba bersih setelah pajak / total aktiva) x 100%

5.      Return of Equity
Adalah Tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan untuk setiap satuan mata uang yang menjadi modal perusahaan. Dalam pengertian ini, seberapa besar perusahaan memberikan imbal hasil tiap tahunnya per satu mata uang yang diinvestasikan investor ke perusahaan tersebut.
RUMUS:
ROE = (Laba Bersih Setelah Pajak / Total Modal Pemegang Saham) x 100%
Rasio Perputaran Piutang
Piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan kredit, karena timbulnya piutang disebabkan oleh penjualan barang-barang secara kredit dan hasil dari penjualan secara kredit netto dibagi dengan piutang rata-rata merupakan perputaran piutang.


Laporan Keuangan PT. KIMIA FARMA
Laporan Laba/Rugi
PT Kimia Farma
Per 30 September 2010
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjI38PoIo9GNUsYECSMXxwkHmT870ER5PDH3_yxRU5o6nvzLZle-KFBq0eoypGBWfkl9guAhU30Ye-k8SxRd2zbkWLIjNKgNgmpRfaYveRQLzcUcD5HgIhd5dPLXN_eh9grvftm-mDQQjM/s320/laporan+keuangan.jpg


RASIO PROFITABILITAS
Tahun 2010

GPM   : (534737535204/1898233201025) x 100% =28.17%
Kesimpulan: kemampuan perusahaan dalam menghasilkan menghasilkan laba kotor dari pejualan bersih adalah sebesar 28.17%
NPM   : (38929877960/1642253680770) x100% =23%
Kesimpulan: kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari penjualan bersih adalah sebesar 23%
OPM   : (33575756786/1898233201025) X 100%= 17.68%
Kesimpulan: Operating ratio mencerminkan tingkat efesiansi perusahaan, sehingga ratio ini rendah menunjukan keadaan yang baik karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga rendah, dan yang tersedia untuk laba besar
ROA   : (38929877960/1642253680770) x100% =23%
Kesimpulan: laba bersih yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumlah aktiva yang digunakan untuk  menghasilkan keuntungan adalah sebesar  23%
ROI     : (38929877960/1642253680770) x 100% =23%

BAB III

KESIMPULAN

Suatu laporan keuangan tidak akan memberikan informasi yang lebih berarti mengenai suatu perusahaan maka pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suatu laporan keuangan tersebut. Penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui bagaimana kondisi dan kinerja suatu perusahaan beserta perkembangan perusahaan tersebut dengan menggunakan suatu alat analisis akuntansi yaitu rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatka laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya








DAFTAR PUSTAKA

http://www.kajianpustaka.com/2012/12/rasio-profitabilitas.html

Kamis, 06 November 2014

PAJAK (KASUS PENYELEWENGAN PAJAK)

BAB I
PENDAHULUAN

Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan pada terutang menurut ketentuan undang-undang tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk membiayai pengeluaran publik sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan

Prinsip Pemungutan Pajak 

Menurut teori yang ada bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya. 
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Di setiap  negara pada umumnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. Membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak dapat lepas dari kondisi behavior wajib pajak. Faktor yang bersifat emosional akan selalu menyertai pemenuhan kewajiban perpajakan.
Usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak.  Usaha tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi hambatan dalam pemungutan pajak.
Berbagai bentuk perlawanan sebagai wujud reaksi ketidakcocokan atau ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
1.  Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat, perkembangan intelektual penduduk, moral warga masyarakat, dan perlunya sistem pemungutan pajak itu sendiri.
Faktor yang mendasari ekonomi yang kuat diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan jumlah penduduk (kaya, menengah, dan miskin). Faktor-faktor kondisi sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dapat menyebabkan investasi fisik maupun investasi sumber daya manusia rendah, sehingga dapat mengakibatkan tingkat produktivitas rendah yang berakibat pada pendapatan rendah.
Kondisi rendahnya tingkat pendapatan , menyebabkan kemampuan menabung rendah dan kemampuan membayar pajak menjadi rendah. Intelektual penduduk yang merupakan hasil dari fundamental, ekonomi yang belum sehat dan kuat tentunya akan menghasilkan tingkat intelektual yang rendah. Intelektualitas penduduk akan mempengaruhi penyerapan pengetahuan dan informasi mengenai perpajakan. Jika intelektualitas tinggi maka pemahaman mengenai perpajakan akan terserap baik bagi penduduk. Maka pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik.
Moral masyarakat akan mempengaruhi pemngumpulan pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi tentunya  pemenuhan  kewajiban perpajakan akan lebih baik dimana voluntary compliance wajib pajak berada pada posisi yang baik.
Merupakan suatu kenyatan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan pasif tidak begitu kuat tehadap pajak tidak langsung daripada pajak langsung. Itulah sebabnya mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk  mengadakan pajak tak langsung.

2.  Perlawanan aktif
Meliputi usaha masyarakat untuk menghindari, penyelundupan, memanipulasi, melalaikan, dan meloloskan pajak yang langsung ditujukan kepada fiskus.
a)       Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak adalah cara mengurangkan pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui perencanaan perpajakan. (Robbert H. Underson)
Penghindaran pajak ini menyebabkan permintaan akan barang yang dikenakan pajak berkurang, yang berakibat meningkatnyua penabungan,  atau bertambahnya permintaan akan barang lain dan sekaligus terjadi penambahan dalam produksi barang terakhir, dan berkurangnya barang-barang yang dikenakan pajak berat.

b)       Pengelakan atau penyelundupan pajak

Harry Graham Balter  memberi pengertian mengenai penyelundupan pajak yaitu sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasrkan ketentuna ynag berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan.
Pengelakan pajak ini terutama terdapat pada pajak-pajak yang untuk penentuan besarnya, para wajib pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan dokumen-dokumen lain. Para wajib pajak dapat mengabaikan sama sekali formalitas-formalitas yang harus dilakukannya atau memalsukan dokumen atau mengisinya kurang lengkap. Pembukuan memberi kemungkinan untuk mengelakkan pajak.

c)        Melalaikan Pajak
Menurut Oliver Oldman dalam Moh. Zain melalaikan pemenuhan kewajiban perpajakan disebabkan oleh :
(1)   Ketidaktahuan, yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.
(2)   Kesalahan, yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tetapi salah hitung.
(3)   Kesalahpahaman, yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku berserta bukti-buktinya secara lengkap.
Melalaikan pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo merupakan upaya menolak untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhinya.
Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.
Pada kenyataannya di dalam praktik wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, dan cenderung melakukan penyelundupan pajak, yang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsipajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

• Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

• Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

• Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

• Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN

CONTOH KASUS PENYELEWENGAN PAJAK: PEYELEWENGAN PAJAK OLEH BAKRIE GROUP
Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. ICW menemukan selisih pajak lebih rendah US$ 1,060 miliar dalam laporan keuangan salah satu perusahaan Grup Bakrie tersebut.
Beberapa perusahan Grup Bakrie melakukan tindakan pegurangan dalam membayar pajak. Kasus ini berawal ketika Direktorat Jenderal Pajak menemukan kekurangan bayar pajak tiga perusahaan Grup Bakrie pada 2007 senilai Rp 2,1 triliun. Jumlah ini merupakan rekor kasus pajak di Indonesia. Kasus pajak terbesar sebelumnya berasal dari penyimpangan pajak Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun.
Berikut Kronologis Perseteruan Bakrie-Pajak:
2007
Keuntungan kotor PT Bumi Resources Tbk–induk usaha PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia–naik 42 persen menjadi US$ 754 juta (Rp 6,8 triliun) dari US$ 529 juta (Rp 4,8 triliun) pada 2006.

Pertengahan 2008
Direktorat Jenderal Pajak memeriksa kasus dugaan manipulasi pajak tiga perusahaan Grup Bakrie itu untuk tahun buku 2007.
4 Maret 2009
Kantor Pajak menemukan dugaan kekurangan pembayaran pajak pada 2007 oleh ketiga perusahaan batu bara Grup Bakrie itu sekitar Rp 2,1 triliun. Perinciannya: KPC kurang Rp 1,5 triliun, Bumi Resources kurang Rp 376 miliar, Arutmin kurang Rp 300 miliar.
20 Maret 2009
KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Pajak untuk membatalkan surat perintah bukti permulaan penyidikan tanggal 4 Maret 2009.
29 Juni 2009
Kasus PT Bumi Resources ditingkatkan ke penyidikan.
8 Desember 2009
Pengadilan Pajak membatalkan surat tanggal 4 Maret 2009. Namun Ditjen Pajak tetap melanjutkan penyidikan.
29 Januari 2010
Ditjen Pajak mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009.
4 Februari 2010
KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak menaati putusan pengadilan pajak pada 8 Desember 2009.
9 Februari 2010
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengalahkan KPC.
24 Mei 2010
MA menolak PK Ditjen Pajak mengenai keberatan atas putusan pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009 yang membatalkan surat dimulainya penyidikan KPC.
3 November 2010
Gugatan Bumi Resources terhadap Ditjen Pajak dikalahkan Pengadilan Pajak.
Kasus pajak tiga perusahaan Grup Bakrie menjadi heboh, terutama karena ada pengakuan Gayus, tersangka kasus dugaan penggelapan pajak, memberikan keterangan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 28 September lalu. Gayus mengaku menerima dana US$ 3 juta dari Grup Bakrie untuk mengurusi perkara pajak tiga perusahaan kelompok usaha itu.
Masing-masing untuk mengurus surat banding ketetapan pajak untuk PT Bumi Resources Tbk, surat  ketetapan pajak untuk PT Kaltim Prima Coal dan sunset policy atau pemutihan pajak PT Arutmin. Gayus memerinci, untuk Kaltim Prima dia dibayar US$ 500 ribu; Bumi US$ 500 ribu; dan Arutmin US$  2 juta.
Menurut Gayus mengaku pekerjaan itu diterima dari Alief Kuncoro melalui adiknya yang bernama Imam Cahyo Maliki. Dua nama terakhir menurut Gayus masing-masing mendapat bayaran US$ 500 ribu. Gayus juga menyebut meminta bantuan atasannya Maruli Pandopotan Manurung, dengan imbalan US$ 1,5 juta.
Pengakuan Gayus menerima bayaran dari Grup Bakrie itu, adalah pengakuan yang kesekiankalinya. Pada  3 Juni 2010,  Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan, Gayus mengaku menerima bayaran dari tiga perusahaan Grup Bakrie. Lalu di persidangan Haposan,  3 Agustus lalu, Gayus kembali mengakui ada pembayaran dari perusahaan-perusahaan Grup Bakrie.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan Bakrie Group telah melakukan tindakan molor pajak, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan Grup Bakrie ini telah melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. Kasus ini juga menunjukkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia belum berjalan dengan semestinya. Masih banyak kasus-kasus penyelewengan pajak yang terjadi baik kasus yang ketahuan atau tidak. Dan banyak dari kasus-kasus tersebut yang tidak segera ditindaklanjut. Sebagai warga negara yang baik kita harus memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak dan mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Seharusnya pemerintah mengusahakan agar tidak terjadi penyelewengan pajak melalui peraturan perpajakan yang berlaku, serta menindaklanjuti pelanggaran terkait perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dan fiskus.

 DAFTAR PUSTAKA
http://marsonos.blogspot.com/2011/11/etika-bisnis-kasus-pajak-grup-bakrie.html
http://imahido-rochimawati.blogspot.com/2010/11/kasus-penyelewengan-pajak.html

http://news.detik.com/read/2010/02/15/184247/1300103/10

PAJAK (KASUS PENYELEWENGAN PAJAK)

BAB I
PENDAHULUAN

Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan pada terutang menurut ketentuan undang-undang tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang tujuannya untuk membiayai pengeluaran publik sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan

Prinsip Pemungutan Pajak 

Menurut teori yang ada bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya. 
Sama dengan teori asuransi, teori ini mempunyai kelemahan antara lain tentang fungsi negara untuk melindungi segenap rakyatnya. Negara tidak boleh memilih-milih dalam melindungi penduduknya. Jika misalnya di suatu RT (Rukun Tetangga) terjadi kebakaran, apakah hanya mereka yang sudah bayar pajak yang dibantu dan diselamatkan oleh petugas mobil kebakaran? Di samping itu jika ditinjau dari unsur definisi pajak, maka adanya hubungan langsung atau kontraprestasi (dalam hal ini kepentingan wajib pajak) telah menggugurkan eksistensi pajak itu sendiri

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Di setiap  negara pada umumnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. Membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak dapat lepas dari kondisi behavior wajib pajak. Faktor yang bersifat emosional akan selalu menyertai pemenuhan kewajiban perpajakan.
Usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak.  Usaha tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi hambatan dalam pemungutan pajak.
Berbagai bentuk perlawanan sebagai wujud reaksi ketidakcocokan atau ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
1.  Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat, perkembangan intelektual penduduk, moral warga masyarakat, dan perlunya sistem pemungutan pajak itu sendiri.
Faktor yang mendasari ekonomi yang kuat diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan jumlah penduduk (kaya, menengah, dan miskin). Faktor-faktor kondisi sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dapat menyebabkan investasi fisik maupun investasi sumber daya manusia rendah, sehingga dapat mengakibatkan tingkat produktivitas rendah yang berakibat pada pendapatan rendah.
Kondisi rendahnya tingkat pendapatan , menyebabkan kemampuan menabung rendah dan kemampuan membayar pajak menjadi rendah. Intelektual penduduk yang merupakan hasil dari fundamental, ekonomi yang belum sehat dan kuat tentunya akan menghasilkan tingkat intelektual yang rendah. Intelektualitas penduduk akan mempengaruhi penyerapan pengetahuan dan informasi mengenai perpajakan. Jika intelektualitas tinggi maka pemahaman mengenai perpajakan akan terserap baik bagi penduduk. Maka pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik.
Moral masyarakat akan mempengaruhi pemngumpulan pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi tentunya  pemenuhan  kewajiban perpajakan akan lebih baik dimana voluntary compliance wajib pajak berada pada posisi yang baik.
Merupakan suatu kenyatan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan pasif tidak begitu kuat tehadap pajak tidak langsung daripada pajak langsung. Itulah sebabnya mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk  mengadakan pajak tak langsung.

2.  Perlawanan aktif
Meliputi usaha masyarakat untuk menghindari, penyelundupan, memanipulasi, melalaikan, dan meloloskan pajak yang langsung ditujukan kepada fiskus.
a)       Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak adalah cara mengurangkan pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui perencanaan perpajakan. (Robbert H. Underson)
Penghindaran pajak ini menyebabkan permintaan akan barang yang dikenakan pajak berkurang, yang berakibat meningkatnyua penabungan,  atau bertambahnya permintaan akan barang lain dan sekaligus terjadi penambahan dalam produksi barang terakhir, dan berkurangnya barang-barang yang dikenakan pajak berat.

b)       Pengelakan atau penyelundupan pajak

Harry Graham Balter  memberi pengertian mengenai penyelundupan pajak yaitu sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasrkan ketentuna ynag berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan.
Pengelakan pajak ini terutama terdapat pada pajak-pajak yang untuk penentuan besarnya, para wajib pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan dokumen-dokumen lain. Para wajib pajak dapat mengabaikan sama sekali formalitas-formalitas yang harus dilakukannya atau memalsukan dokumen atau mengisinya kurang lengkap. Pembukuan memberi kemungkinan untuk mengelakkan pajak.

c)        Melalaikan Pajak
Menurut Oliver Oldman dalam Moh. Zain melalaikan pemenuhan kewajiban perpajakan disebabkan oleh :
(1)   Ketidaktahuan, yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.
(2)   Kesalahan, yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tetapi salah hitung.
(3)   Kesalahpahaman, yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku berserta bukti-buktinya secara lengkap.
Melalaikan pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo merupakan upaya menolak untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhinya.
Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.
Pada kenyataannya di dalam praktik wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, dan cenderung melakukan penyelundupan pajak, yang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsipajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

• Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

• Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

• Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

• Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN

CONTOH KASUS PENYELEWENGAN PAJAK: PEYELEWENGAN PAJAK OLEH BAKRIE GROUP
Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. ICW menemukan selisih pajak lebih rendah US$ 1,060 miliar dalam laporan keuangan salah satu perusahaan Grup Bakrie tersebut.
Beberapa perusahan Grup Bakrie melakukan tindakan pegurangan dalam membayar pajak. Kasus ini berawal ketika Direktorat Jenderal Pajak menemukan kekurangan bayar pajak tiga perusahaan Grup Bakrie pada 2007 senilai Rp 2,1 triliun. Jumlah ini merupakan rekor kasus pajak di Indonesia. Kasus pajak terbesar sebelumnya berasal dari penyimpangan pajak Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun.
Berikut Kronologis Perseteruan Bakrie-Pajak:
2007
Keuntungan kotor PT Bumi Resources Tbk–induk usaha PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia–naik 42 persen menjadi US$ 754 juta (Rp 6,8 triliun) dari US$ 529 juta (Rp 4,8 triliun) pada 2006.

Pertengahan 2008
Direktorat Jenderal Pajak memeriksa kasus dugaan manipulasi pajak tiga perusahaan Grup Bakrie itu untuk tahun buku 2007.
4 Maret 2009
Kantor Pajak menemukan dugaan kekurangan pembayaran pajak pada 2007 oleh ketiga perusahaan batu bara Grup Bakrie itu sekitar Rp 2,1 triliun. Perinciannya: KPC kurang Rp 1,5 triliun, Bumi Resources kurang Rp 376 miliar, Arutmin kurang Rp 300 miliar.
20 Maret 2009
KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Pajak untuk membatalkan surat perintah bukti permulaan penyidikan tanggal 4 Maret 2009.
29 Juni 2009
Kasus PT Bumi Resources ditingkatkan ke penyidikan.
8 Desember 2009
Pengadilan Pajak membatalkan surat tanggal 4 Maret 2009. Namun Ditjen Pajak tetap melanjutkan penyidikan.
29 Januari 2010
Ditjen Pajak mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009.
4 Februari 2010
KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak menaati putusan pengadilan pajak pada 8 Desember 2009.
9 Februari 2010
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengalahkan KPC.
24 Mei 2010
MA menolak PK Ditjen Pajak mengenai keberatan atas putusan pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009 yang membatalkan surat dimulainya penyidikan KPC.
3 November 2010
Gugatan Bumi Resources terhadap Ditjen Pajak dikalahkan Pengadilan Pajak.
Kasus pajak tiga perusahaan Grup Bakrie menjadi heboh, terutama karena ada pengakuan Gayus, tersangka kasus dugaan penggelapan pajak, memberikan keterangan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 28 September lalu. Gayus mengaku menerima dana US$ 3 juta dari Grup Bakrie untuk mengurusi perkara pajak tiga perusahaan kelompok usaha itu.
Masing-masing untuk mengurus surat banding ketetapan pajak untuk PT Bumi Resources Tbk, surat  ketetapan pajak untuk PT Kaltim Prima Coal dan sunset policy atau pemutihan pajak PT Arutmin. Gayus memerinci, untuk Kaltim Prima dia dibayar US$ 500 ribu; Bumi US$ 500 ribu; dan Arutmin US$  2 juta.
Menurut Gayus mengaku pekerjaan itu diterima dari Alief Kuncoro melalui adiknya yang bernama Imam Cahyo Maliki. Dua nama terakhir menurut Gayus masing-masing mendapat bayaran US$ 500 ribu. Gayus juga menyebut meminta bantuan atasannya Maruli Pandopotan Manurung, dengan imbalan US$ 1,5 juta.
Pengakuan Gayus menerima bayaran dari Grup Bakrie itu, adalah pengakuan yang kesekiankalinya. Pada  3 Juni 2010,  Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan, Gayus mengaku menerima bayaran dari tiga perusahaan Grup Bakrie. Lalu di persidangan Haposan,  3 Agustus lalu, Gayus kembali mengakui ada pembayaran dari perusahaan-perusahaan Grup Bakrie.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan Bakrie Group telah melakukan tindakan molor pajak, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan Grup Bakrie ini telah melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. Kasus ini juga menunjukkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia belum berjalan dengan semestinya. Masih banyak kasus-kasus penyelewengan pajak yang terjadi baik kasus yang ketahuan atau tidak. Dan banyak dari kasus-kasus tersebut yang tidak segera ditindaklanjut. Sebagai warga negara yang baik kita harus memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak dan mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Seharusnya pemerintah mengusahakan agar tidak terjadi penyelewengan pajak melalui peraturan perpajakan yang berlaku, serta menindaklanjuti pelanggaran terkait perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak dan fiskus.

 DAFTAR PUSTAKA
http://marsonos.blogspot.com/2011/11/etika-bisnis-kasus-pajak-grup-bakrie.html
http://imahido-rochimawati.blogspot.com/2010/11/kasus-penyelewengan-pajak.html

http://news.detik.com/read/2010/02/15/184247/1300103/10